belajar,bekerja atau beribadah  

Posted by Muqaddimah Ibnu Fardy

Dari Kalam Habib Muhammad bin Hadi Assegaf

Setiap orang hendaknya menekuni jalan hidup yang ditetapkan Allah kepadanya.

Siapa yang ditetapkan Allah menjadi penuntut ilmu, hendaknya ia bersungguh-sungguh menuntut ilmu, mengulang-ulang pelajaran dan hafalannya, kemudian mengamalkan ilmunya.

Siapa yang ditetapkan Allah untuk mencari rezeki, hendaknya ia ridho dan bersungguh-sungguh dalam mengelola usahanya.

Begitulah, setiap orang hendaknya ridho dan mensyukuri apa yang telah ditentukan Allah baginya sehingga ia dapat mencapai derajat orang-orang yang sempurna. Penulis Zubad berkata:

Yang benar, kamu bersikukuh pada ketentuan Allah,hingga Allah memindahkanmu darinya.

Ibnu Atha Illah berkata dalam Al-Hikam:

Keinginanmu untuk ber-tajrid1, padahal Allah meletakkanmu pada asbab2 merupakan syahwat yang tersembunyi. Keinginanmu untuk mencari asbab padahal Allah meletakkanmu dalam tajrid akan menurunkanmu dari derajat yang tinggi. (II:72)


--------------------------------------------------------------------------------
1)tajrid: mencurahkan semua perhatian, tenaga dan waktu hanya untuk beribadah kepada Alloh.
2)asbab: semua kemudahan (fasilitas) dan sarana untuk memperoleh kenikmatan duniawi

 

Posted by Muqaddimah Ibnu Fardy

Sebagaimana halnya makanan, yang dipergunakan manusia untuk kelangsungan hidup. Karena seandainya keimanan tidak dipupuk dengan ilmu, maka ibarat tanaman menjadi layu bahkan hancur sehingga tidaklah terwujud keberadaan iman seorang kecuali dengan ilmu.

Al Imam Ahmad menyatakan : "Manusia sangat membutuhkan ilmu dari sekedar menyantap makanan dan minuman; karena makanan dan minuman dibutuhkan oleh manusia sekali atau dua kali dalam sehari. Sedangkan ilmu dibutuhkan setiap saat." (Thobaqot Al Hanabilah 1/147)

Bahkan seluruh makhluk Allah sangat butuh kepada ilmu. Karena tidak akan tegak urusan makhluk kecuali dengan ilmu. Langit-langit dan bumi bisa berdiri kokoh adalah dengan ilmu, begitu pula diturunkannya para rasul dan kitab-kitab-Nya juga dengan ilmu. Serta tidak akan diketahui perkara halal-haram kecuali dengan ilmu.

Oleh karena itu, kewajiban seseorang dalam menuntut ilmu syar'i berlangsung hingga menjelang wafat. Sebagaimana Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam senantiasa menyampaikan dakwah dan nasehat hingga menjelang wafat beliau.

Diriwayatkan oleh Al Hakim di dalam Mustadraknya dan dia berkata : -di atas syarat dua syaikh- dari hadits Anas radliyallahu'anhu dari Nabi Shallallahu'alaihi wasallam bahwasanya beliau bersabda : "Dua keinginan yang tidak pernah merasa puas darinya : "Keinginan terhadap ilmu dan tidak pernah merasa puas darinya, dan keinginan terhadap dunia dan tidak pernah merasa puas darinya."
Nabi menjadikan keinginan terhadap ilmu dan tidak pernah merasa puas darinya sebagai komitmen iman dan sifat-sifat kaum mukminin. Oleh karena itu para imam kaum muslimin apabila dikatakan kepada mereka : "Sampai kapan engkau menuntut ilmu?" maka dia mengatakan : "sampai wafat!"

Nu'aim bin Hammad berkata : "Aku mendengar Abdullah ibnul Mubarak radliyallahu 'anhu berkata bahwa sekelompok kaum mencelanya karena beliau sering menuntut ilmu hadits. Mereka mengatakan : "sampai kapan engkau mendengarkan (hadits)? Beliau menjawab : "sampai mati!"

Al Hasan bin Manshur Al Jashshosh berkata : "Aku mengatakan kepada Ahmad bin Hambal radliyallahu'anhu : "Sampai kapan engkau akan menulis hadits?" maka beliau mejawab : "Hingga wafat!"

Abdullah bin Muhammad Al Baghawi berkata : "Aku mendengar Ahmad bin Hambal berkata : "Sesungguhnya aku menuntut ilmu sampai masuk ke liang kubur."

Muhammad bin Isma'il As Shooigh berkata : "Aku tinggal bersama ayahku di Baghdad, kemudian lewat di hadapan kami Ahmad bin Hambal dalam keadaan memegang sandal. Lantas ayahku menarik bajunya, dan berkata : "Wahai Abu Abdillah (panggilan Ahmad bin Hambal), apakah engkau tidak malu! sampai kapan engkau menuntut ilmu?" Beliau menjawab : "sampai mati!"

Demikianlah beberapa perkataan para ulama yang menerangkan begitu semangatnya mereka dalam menuntut ilmu. Sehingga mereka mencurahkan waktu dan tenaga untuk meraih lezatnya ilmu.

Sesungguhnya bagi siapa saja yang memahami hikmah di balik perintah menuntut ilmu tersebut niscaya dia tidak akan pernah menyia-nyiakan waktunya sedikitpun dengan hal-hal yang tidak bermanfaat. Dia akan merasa rugi tatkala luput dari manisnya ilmu. Dia akan memanfaatkan masa sehatnya untuk banyak menimba ilmu sebelum tiba masa sakit. Serta dia akan mengisi waktu hidupnya dengan hal-hal yang mengundang keridhoan Allah Subhanahu wa Ta'ala sebelum ajal tiba.

Begitulah seharusnya cerminan seorang mukmin yang mengharapkan perjumpaan Rabbnya. Seiring dengan itu, syetan juga tak pernah menyerah untuk menjerumuskan manusia ke lembah kebodohan. Sehingga dengan kebodohan seseorang terhadap ilmu mengakibatkan lemahnya keimanan dan minimnya ketaqwaan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Sesungguhnya orang yang bodoh tidak mengetahui hakekat iman dan taqwa. Dan tidak mengetahui pula jalan untuk menuju keselamatan berdasarkan ilmu dan keyakinan yang mantap. Tentu saja hal ini semakin membuka peluang bagi syetan untuk menggiring orang tersebut kepada kemaksiatan dan kesesatan. Tatkala kebodohan telah merajalela, maka akan meningkat pula kemaksiatan, kriminalitas, cinta kepada dunia yang berlebihan dan takut apabila kematian menjemputnya, dan sebagainya. Semua ini merupakan di antara sebab lemahnya kaum muslimin, sehingga Allah menimpakan kehinaan kepada mereka. Rasa gentar yang menghunjam pada jiwa-jiwa musuh-musuh Islam hilang seiring dengan dicabutnya kewibawaan kaum muslimin. Sehingga musuh-musuh kaum Muslimin tidak segan- segan untuk mengintimidasi dan memberangus persatuan kaum muslimin. Sementara mayoritas manusia terlena dengan kehidupan dunia yang fana ini dan melupakan akherat yang kekal abadi.

Oleh karena itu di antara sifat-sifat penuntut ilmu yang diajarkan oleh rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam adalah ihklas dalam menuntut ilmu. Sebab dengan keikhlasan ini akan menghantarkan seseorang kepada tingkatan hamba yang sangat butuh kepada ilmu dan membentenginya dari riya' (ingin dipuji oleh orang lain) dan sebagainya.


Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Barangsiapa yang mempelajari ilmu dari apa-apa yang dia cari dengannya wajah Allah Azza wa Jalla. Tidaklah dia belajar kecuali untuk memperoleh bagian dari dunia, maka dia tidak akan mencium wangi syurga pada hari kiamat." (HR Ibnu Majah, Al Muqadimah 1/252 dan Ahmad, Al Musnad 2/338)

Dalam berhias dengan keikhlasan ini juga harus dibimbing dengan ilmu dan tidak cukup dengan modal semangat semata. Sebab berapa banyak orang yang pada awalnya ikhlas dalam melaksanakan amalan, namun tatkala berada di tengah perjalanan mengalami penurunan secara drastis. Ini semua tidak lepas daripada peran syetan dalam menggoda bani Adam. Syetan berupaya untuk memberikan rasa was-was di dalam diri manusia sehingga memperngaruhi keikhlasan. Oleh karena itu peran ilmu sangat besar terhadap keikhlasan seseorang. Cukuplah bagi seorang muslim akan berita Allah Subhanahu wa Ta'ala bahwa ilmu merupakan sebaik-baik ganjaran dalam berbuat kebaikan.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman : "Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa. Mereka memperoleh apa yang mereka kehendaki pada sisi Tuhan mereka. Demikianlah balasan bagi orang yang berbuat baik, agar Allah akan menutupi (mengampuni) bagi mereka perbuatan yang paling buruk yang mereka kerjakan dan membalas mereka dengan ganjaran yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan." (Az Zumar 33-35). Dan ini menunjukkan dua ganjaran baik di dunia dan akherat.

Al Hasan Berkata : "Barangsiapa yang sangat baik peribadatannya kepada Allah pada masa mudanya, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala akan menganugerahkan hikmah (Ilmu) kepadanya tatkala beranjak dewasa."
Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala : "Dan tatkala dia (Nabi Yusuf) cukup dewasa kami berikan kepadanya hikmah dan ilmu. Demikianlah kami memberikan balasan kepada orang-orang yang berbuat baik." (Al Ilmu Fadluhu wa Syarfuhu 226-227)

Demikian sifat dan kedudukan ilmu yang sangat mulia sebagai ganjaran yang paling berharga bagi seorang muslim yang ingin menggapainya. Oleh karena itu kebutuhan manusia terhadap ilmu merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Jikalau ingin mendapatkan keberuntungan dunia dan akherat maka tempuhlah jalan ilmu syari'at. Sehingga dengan demikian Allah akan mempermudah baginya untuk menuju surga yang diidam-idamkan.

Kita memohon kepada Allah agar dibukakan pintu hati kita dengan taufik dan hidayah-Nya. Sehingga kita senantiasa butuh kepada ilmu yang bermanfaat. Dan mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta'ala senantiasa mencurahkan kepada jiwa kita perasaan cukup terhadap nikmat-nikmat yang diberikan-Nya. Amin Yaa Mujibas Saailin.

Semoga bermanfaat untuk kita  

Posted by Muqaddimah Ibnu Fardy

(Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baz)

Kuwasiatkan bagi seluruh kaum muslimin untuk bertakwa kepada Allah Subhanahu wata'ala dan mempelajari agama di berbagai madrasah ataupun tempat menuntut ilmu agama lainnya, dan hendaknya mereka bertanya kepada ulama mengenai hukum-hukum agama yang masih menjadi permasalahan bagi mereka, karena Allah ta’ala berfirman:

فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ

“Maka bertanyalah kepada orang-orang yang berilmu, jika kalian tidak mengetahui.” (Al-Anbiya: 7)

Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam bersabda:

“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya, maka Allah akan memahamkannya dalam agama.”

Adapun perkara yang paling penting dalam menuntut ilmu adalah membaca Al Qur’an Al Karim dan memahami maknanya, serta mencurahkan perhatian dan mempelajari sunnah-sunnah Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam, juga mengambil faidah dari kitab-kitab ahlus sunnah, kitab tafsir Al Qur’an Al Karim, dan kitab-kitab yang menerangkan hadits-hadits Nabi Shallallahu'alaihi wasallam buah karya para ulama yang terkenal dengan keilmuannya, kebaikan agama dan akidahnya. Rasul Shallallahu'alaihi wasallam bersabda:
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al Qur’an dan mengajarkannya.” (Shahih, HR. Al-Bukhari dalam Shahih-nya)

Beliau Shallallahu'alaihi wasallam juga mengatakan:
“Barangsiapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga. Dan tidaklah berkumpul suatu kaum di salah satu dari rumah-rumah Allah mereka membaca Kitabullah dan saling mengajarkannya di antara mereka, kecuali akan turun kepada mereka ketenangan, diliputi oleh rahmah, dikelilingi oleh para malaikat, dan Allah akan menyebut-nyebut mereka kepada siapa saja yang ada di sisi-Nya. Barangsiapa yang berlambat-lambat dalam amalannya, niscaya tidak akan bisa dipercepat oleh nasabnya.” (HR. Muslim dalam Shahih-nya)

Telah diketahui bahwasanya mempelajari syariat Allah -yang untuk tujuan itulah manusia diciptakan- adalah kewajiban yang paling penting. Allah telah memudahkan jalan untuk menuntut ilmu bagi semua orang, baik itu melalui siaran Idza’ah Al Qur’an Al Karim, Nur ‘alad Darb maupun halaqah-halaqah ilmu yang diadakan di masjid, atau melalui kajian intensif ilmiah dan media yang lain. Seorang mukmin ataupun mukminah wajib untuk memperhatikan dan mengambil faidah darinya, di mana pun dia berada.

Yang perlu diperhatikan adalah larangan menyimak segala sesuatu yang dapat merusak hati dan akhlak, seperti nyanyian, kaset-kaset yang menyimpang, atau pun alat-alat musik. Semua ini merusak hati dan akhlak, sehingga wajib untuk memperingatkannya dan menasihatkan untuk meninggalkannya, dalam rangka mengamalkan firman Allah Subhanahu wata'ala:

وَالْعَصْرِ إِنَّ الإنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ إِلا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

“Demi masa. Sesungguhnya manusia berada di dalam kerugian kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shalih dan orang-orang yang saling berwasiat dengan al haq dan saling berwasiat di dalam kesabaran.” (Al-‘Ashr: 1-3)

Dan sabda Nabi Shallallahu'alaihi wasallam:

الدّين النّصيحة، قلنا : لمن ؟ قال : للّه ولكتابه ولرسوله و لأءمّةالمسلمين وعامّتهم

“Agama ini adalah nasihat.” Kemudian ditanyakan kepada beliau, “Untuk siapa, wahai Rasulullah?” Beliau mengatakan, “Untuk Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, dan untuk para imam kaum muslimin dan orang-orang awam di kalangan mereka.” (Shahih, HR. Muslim dalam Shahih-nya)

Perkara yang harus diperhatikan sungguh-sungguh dan harus saling diwasiatkan oleh kaum muslimin semuanya, adalah menyeru manusia kepada Allah Subhanahu wata'ala dan memerintahkan mereka pada kebaikan dan melarang dari kemungkaran. Karena hal ini merupakan sebab terbesar yang dapat memperbaiki hati dan masyarakat. Dengannya kemuliaan mereka akan tampak dan kehinaan akan tertutupi. Dalil-dalil tentang hal ini sangatlah banyak, di antaranya surat Al-‘Ashr dan hadits Ad-Diinu An-Nashihah di atas.

Termasuk pula firman Allah Subhanahu wata'ala:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإثْمِ وَالْعُدْوَانِ

“Dan saling tolong-menolonglah kalian di dalam kebaikan dan takwa dan janganlah kalian saling tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan.” (Al-Maidah: 2)

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ


“Dan orang laki-laki yang beriman dan wanita yang beriman adalah wali sebagian yang lain. Mereka saling memerintahkan kepada hal yang ma’ruf dan melarang kepada yang mungkar dan mereka mendirikan shalat dan mereka menunaikan zakat. Dan mereka menaati Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang selalu dirahmati oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mulia dan Maha Sempurna Hikmah- Nya.” (At-Taubah: 71)

Dan sabda Nabi Shallallahu'alaihi wasallam:

من دلّ على خيرفله مثل أجرفاعله (رواه مسلم)

“Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka dia mendapatkan pahala semisal dengan orang yang melakukannya.” (Shahih, HR. Muslim dalam Shahih-nya)

“Barangsiapa di antara kalian yang melihat satu kemungkaran hendaknya ia mengubah dengan tangannya, apabila ia tidak mampu maka hendaknya ia mengubahnya dengan lisannya, namun apabila ia tidak mampu maka dengan hatinya dan ini adalah selemah-lemah keimanan.” (Shahih, HR. Muslim dalam Shahih-nya)

Di samping itu masih banyak ayat-ayat serta hadits-hadits dalam masalah ini.

Tidak diragukan lagi bahwa kewajiban para pengajar lebih berat daripada kewajiban murid-muridnya. Wajib bagi mereka untuk memperhatikan anak didiknya dan mengarahkan mereka agar memiliki akhlak mulia, sifat-sifat yang terpuji serta mengamalkan apa yang telah mereka ketahui. Kewajiban para pengajar wanita adalah bertakwa kepada Allah dalam mendidik murid-murid perempuan mereka, dan mengajarkan kepada mereka akhlak mulia yang dilandasi oleh agama dan aqidah yang benar di dalam setiap pelajaran dan nasihat, sehingga akan muncul generasi yang shalih dari kalangan para pelajar dan pengajar, kelak di kemudian hari.
Kewajiban para pengajar merupakan sesuatu yang besar, demikian pula dakwah kepada Allah ta’ala merupakan kewajiban yang besar bagi setiap orang. Oleh karena itu, setiap orang yang berilmu wajib mengajari anak-anaknya serta keluarganya dan selain mereka sesuai kemampuannya. Begitu pula setiap wanita yang berilmu, wajib mengajari anak-anak, saudara perempuannya dan para wanita di sekelilingnya. Hendaknya ia mengambil kesempatan dalam pertemuan-pertemuan, seperti walimah dan yang lainnya, untuk berdakwah kepada Allah dan memerintahkan perkara yang ma’ruf serta mencegah dari perkara-perkara yang mungkar, memberikan peringatan kepada kaumnya, mengajari serta memberi petunjuk kepada mereka. Ketika melihat saudaranya ber-tabarruj di hadapan laki-laki atau di jalanan, hendaknya ia melarang dan memperingatkannya dari perbuatan seperti itu. Ia harus pula memperingatkan anak-anak, saudara-saudara perempuan ataupun tetangga dan selain mereka, dari rasa malas menunaikan shalat, mengajak mereka untuk melakukan kebaikan dan melarang mereka dari kemungkaran. Inilah kewajiban setiap orang, sebagaimana Allah Subhanahu wata'ala berfirman:

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ

“Dan laki-laki yang beriman dan perempuan yang beriman sebagian mereka adalah wali bagi sebagian yang lain.” (At-Taubah: 71)

Makna / auliya disini adalah bahwasanya mereka saling mencintai karena Allah sehingga mereka tidak saling bermusuhan. Seorang mukmin adalah wali bagi saudaranya sesama muslim, demikian juga seorang mukminah adalah wali bagi bagi saudaranya yang muslim.

Mawaid  

Posted by Muqaddimah Ibnu Fardy

1. Bersihkan Rumah Dari Setiap Perhiasan Yang Menyerupai Patung-Patung Dan Berhala. 2. Banyakkan Bergaul Dengan Orang-Orang Yang Soleh Dan Melibatkan Diri Dengan Majlis-Majlis Ilmu. 3. Mudah Untuk Memberikan Kemaafan Di Atas Kesalahan Orang Lain Terhadap Kita. 4. Bila Berada Dalam Keadaan Marah Janganlah Berlebihan, Ingatlah Sifat Marah Itu Adalah Berasal Dari Syaitan. 5. Banyak Mengerjakan Sembahyang Berjemaah Terutama Di Masjid.
6. Banyakkan Berdoa, Berzikir Dan Bertahmid Kepada Allah S.W.T.
7. Banyakkan, Beristighfar Dan Memohon Taubat Kepada Allah S.W.T.
8. Cintailah Seseorang Tetapi Tidak Berlebihan.
9. Hargailah Setiap Pemberian Dan Hadiah Dari Orang Lain Kepada Kita. 10. Jangan Terlalu Tamak Pada Harta.
11. Jangan Terlalu Bercita-Cita Tinggi Terhadap Sesuatu Kedudukan.
12. Jangan Berkeinginan Terlalu Tinggi Melebihi Dari Kemampuan Diri. 13. Tidak Merasa Goyah Kerana Sesuatu Fitnah Yang Dilemparkan.
14. Jangann Mencampuri Harta Yang Halal Dengan Yang Haram.
15. Jangan Mempunyai Musuh Kecuali Iblis Dan Syaitan.
16. Jangan Terlalu Takut Kepada Kemiskinan Dan Kesusahan.
17. Jangan Melakukan Sesuatu Yang Menyebabkan Orang Lain Terganggu. 18. Jangan Berkata Sesuatu Yang Menyebabkan Orang Lain Rasa Terhina. 19. Jangan Cepat Percaya Kepada Berita Buruk Mengenai Sahabat Kita Sebelum Diperiksa Akan Kebenarannya. 20. Jangan Melengah-Lengahkan Tanggungjawab Dan Kewajiban.
21. Jangan Terlalu Banyak Membuat Hutang.
22. Jangan Terlalu Mudah Membuat Janji, Tetapi Tidak Menunaikannya. 23. Jangan Menyimpan Dendam Dan Berkeinginan Untuk Membalas Kejahatan Dengan Kejahatan. 24. Jangan Menyimpan Benci Terhadap Orang Yang Membenci Kepada Kita. 25. Jangan Membiasakan Diri Dengan Berkata Dusta Dan Berbohong.
26. Jangan Membuka Aib Orang Lain.
27. Jangan Bersedih Kerana Miskin, Dan Jangan Bersikap Sombong Kerana Kaya. 28. Jangan Menghabiskan Waktu Untuk Sekadar Mendapat Hiburan Dan Kesenangan Yang Melalaikan. 29. Jangan Ada Rasa Takut Kecuali Kepada Allah.
30. Jangan Membiasakan Diri Melakukan Dosa-Dosa Kecil.
31. Jangan Bersikap Sombong, Takabur, Angkuh Dan Besar Kepada.
32. Jangan Menzalimi Dan Mengianaya Anak-Anak Yatim.
33. Jangan Menghina Kepada Mereka Yang Suka Meminta-Minta, Hulurkan Sedekah “Kerana Allah” Sekadar Yang Mampu. 34. Jangan Membuat Dosa Terhadap Kedua Ibu Bapa.
35. Jangan Menyimpan Hasad Dengki Dan Dendam Di Atas Kejayaan Orang Lain. 36. Jadilah Seorang Insan Yang Boleh Menyumbangkan Manfaat Kepada Agama, Bangsa Dan Negara. 37. Jangan Meraih Kejayaan Di Atas Penderitaan Dan Kesengsaraan Orang Lain. 38. Jangan Mengumpul Kekayaan Tetapi Dengan Memiskinkan Orang Lain. 39. Sentiasa Berlaku Adil Dalam Setiap Urusan Dan Pekerjaan.
40. Sentiasa Memelihara Aurat Dari Pandangan Yang Bukan Mahramnya.
41. Sentiasa Menghormati Dan Menyimpan Perasaan Kasih Kepada Guru-Guru Dan Alim Ulamak. 42. Sentiasa Mengingati Kepada Kematian Dan Menyedari Bahawa Kehidupan Di Dunia Ini Adalah Sementara Sahaja. 43. Sentiasa Berlaku Adil Walaupun Diri Kita Sendiri Yang Akan Menanggung Kerugian. 44. Sentiasa Memelihara Dan Menjaga Amanah Dengan Penuh Rasa Tanggungjawab. 45. Sentiasa Memandang Kebawah Supaya Diri Kita Bersyukur Kepada Allah Di Atas Apa Yang Diberikan. 46. Jangan Berputus Asa Bila Berhadapan Dengan Kesusahan.
47. Kurangkan Percakapan Dan Perbualan Yang Mensia-Siakan.
48. Makanlah Dengan Secukupnya Tetapi Tidak Terlalu Kenyang Dan Berlebihan. 49. Membanyakkan Membaca Al Quran Dan Meghayati Maksudnya.
50. Menjauhkan Diri Dari Penyakit-Penyakit Batin.
51. Membanyakkan Sembahyang Malam (Sunat).
52. Membanyakkan Bersolawat Ke Atas Nabi Muhammad S.A.W.
53. Menyayangi Kepada Fakir Miskin Dan Sentiasa Berlaku Baik Terhadap Mereka. 54. Menganggap Setiap Pertemuan Kerana Allah Dan Perpisahan Juga Kerana Allah 55. Sentiasa Berwaspada Dan Menjauhkan Diri Dari Dosa-Dosa Besar.
56. Sentiasa Bersyukur Bila Mendapat Nikmat, Bersabar Bila Mendapat Kesulitan. 57. Sentiasa Bertawakal Di Atas Setiap Kerja Dan Amal.
58. Sentiasa Ikhlas Di Atas Setiap Kerja Dan Perbuatan.
59. Tunaikanlah Janji, Bila Telah Diikrarkan Dan Mintalah Maaf Bila Tidak Dapat Melaksanakannya. 60. Yakin Diri Setiap Kebajikan Akan Mendatangkan Kebaikan Dan Setiap Kejahatan, Akan Mendatangkan Kerosakan. 61. Sentiasa Menghormati Kepada Setiap Orang Walaupun Ianya Lebih Muda Dari Kita.

Berkat Kejujuran  

Posted by Muqaddimah Ibnu Fardy

Syeikh Abdul Kadir semasa berusia 18 tahun meminta izin ibunya merantau ke Baghdad untuk menuntut ilmu agama. Ibunya tidak menghalang cita-cita murni Abdul Kadir meskipun keberatan melepaskan anaknya berjalan sendirian beratus-ratus batu. Sebelum pergi ibunya berpesan supaya jangan berkata bohong dalam apa jua keadaan. Ibunya membekalkan wang 40 dirham dan dijahit di dalam pakaian Abdul Kadir. Selepas itu ibunya melepaskan Abdul kadir pergi bersama-sama satu rombongan yang kebetulan hendak menuju ke Baghdad.

Dalam perjalanan, mereka telah diserang oleh 60 orang penyamun. Habis harta kafilah dirampas tetapi penyamun tidak mengusik Abdul Kadir kerana menyangka dia tidak mempunyai apa-apa. Salah seorang perompak bertanya Abdul Kadir apa yang dia ada. Abdul Kadir menerangkan dia ada wang 40 dirham di dalam pakaiannya. Penyamun itu hairan dan melaporkan kepada ketuanya. Pakaian Abdul Kadir dipotong dan didapati ada wang sebagaimana yang diberitahu.

Ketua penyamun bertanya kenapa Abdul Kadir berkata benar walaupun diketahui wangnya akan dirampas? Abdul Kadir menerangkan yang dia telah berjanji kepada ibunya supaya tidak bercakap bohong walau apa pun yang berlaku. Apabila mendengar dia bercakap begitu, ketua penyamun menangis dan menginsafi kesalahannya. Sedangkan Abdul Kadir yang kecil tidak mengingkari kata-kata ibunya betapa dia yang telah melanggar perintah Allah sepanjang hidupnya. Ketua penyamun bersumpah tidak akan merompak lagi. Dia bertaubat di hadapan Abdul Kadir diikuti oleh pengikut-pengikutnya.


Moral & Iktibar

Ilmu Agama perlu dituntut meskipun terpaksa berjalan jauh.
Kata-kata ibu menjadi pendorong dan perangsang dalam hidup.
Berkata benar adalah satu kekuatan yang boleh memberi keinsafan kepada orang lain.
Niat yang baik dan ikhlas mendapat keberkatan daripada Allah.